Ketika Kehadirannya Mampu Membuatmu Lebih Memilih Kata Berpisah
Namaku Sarah, usiaku saat ini 27 tahun dan pasanganku bernama Doni. Aku terlahir dari keluarga sederhana. Adikku bernama Rian dan Ibuku seorang single parents setelah ayah meninggal diusiaku menginjak 17 tahun. Kehidupanku lebih bahagia saat aku mengenal Doni, pria dewasa dan selalu membuatku tersenyum. Hubungan kami pasang surut layaknya air laut. Restu dari orangtua ku menghambat Doni yang ingin menjadi bagian keluargaku.
Tak ada alasan yang jelas kenapa Ibuku tak merestui hubungan kami, lebih tepatnya beliau tak menyukai Doni. Aku coba menyakinkan bahwa hanya dialah yang dapat membuatku bahagia, tapi Ibuku tetap bersikeras tidak menerima Doni. Hubungan kami saling menguatkan, restu orangtua yang tak kunjung aku dapatkan tak menyurutkan cintaku padanya.
Aku sangat mencintainya, bahkan saat Ibuku menjanjikan untuk menjodohkan ku dengan pria yang jauh lebih mapan dari Doni pun aku tak peduli, tak sedikit pun hatiku berpaling. Aku tetap pada pilihan dan jalan hidupku bersamanya. Hubungan kami diwarnai suka dan duka. Tawa canda selalu bersama kami. Doni sangat mencintaiku, tak pernah walau sedikiti pun Doni menyakitiku. Dia sosok pria yang mampu membuatku selalu mencintainya setiap hari.
Doni sempurna dimataku. Hubungan kami berjalan menginjak tahun ke 3, tepat ditanggal jadian Doni memberikanku kejutan dengan mengajak aku ke sebuah tempat yang tak pernah aku kunjungi sebelumnya. Doni telah mempersiapkan hari istimewa tersebut dengan sangat matang. Tempat makan, dekorasi dan lagu yang telah dia ciptakan khusus untukku.
Aku benar - benar menjadi wanita paling bahagia saat itu. Doni memperlakukanku sangat istimewa. Saat waktu makan malam tiba, Doni mengajakku ke tempat romantis yang sudah dia siapkan, kami berada ditempat yang cukup tinggi, sehingga kami dapat melihat indahnya malam dan lampu kota dibawahnya. Bintang seakan mendukung cinta dan kebahagian kami. Lelaki ku sangat tampan dengan kemeja putih berbalut jas hitam, benar - benar formal pakaiannya saat itu.
Memang sebelumnya Doni telah membelikanku sebuah gaun putih dan memintaku untuk memakainya hari ini. Ternyata inilah yang sudah direncanakannya, kami seperti artis - artis FTV yang sedang kencan makan malam dengan romantis bersama orang yang dicintai. Bahagiaku sempurna saat Doni menyanyikan lagu ciptaannya dihadapanku, dan saat itu pengunjung lain semua memperhatikanku, pasti mereka iri pikirku.
Sampai pada tahun ke lima, hubungan mulai diterpa masalah. Doni berubah menjadi pencemburu, mungkin dia terlalu mencintaiku. Tak ada alasan mengapa Doni jadi sering marah kepadaku.
Sampai pada akhirnya Doni memutuskan hubungan kami. Hubungan yang sudah kami rajut bertahun - tahun harus kandas ditengah jalan. Perjuangan bahkan impian yang sudah kami rencanakan seketika hancur. Aku jelas sangat terpukul, namun ini sudah keputusannya, walaupun orangtua Doni sangat menyayangkan, karena walaupun Doni tak dekat dengan keluargaku namun tidak denganku, aku sangat dekat dengan keluarga Doni. Aku seperti kehilangan penyemangat hidupku.
Hatiku sangat hancur tanpa Doni dalam hidupku. Aku mencoba membuka kembali hatiku untuk orang lain walaupun aku tau, aku sedang mencari pelampiasan saja. Namanya Dika, dia adalah teman SMA ku dulu, aku bertemu dengan Dika saat acara reunian. Kami berbicara cukup lama saat itu, mungkin karena kami sudah cukup lama tak bertemu, mulai dari pekerjaan sampai kisah percintaan.
Sepertinya Dika menaruh hati padaku dan dia mulai gencar mencari perhatianku dengan cara memberikanku perhatian tiada henti, mulai dari menjemput dan mengantarku pergi bekerja, mengajakku jalan setiap minggu dan memberikan hadiah bukan hanya untukku tapi untuk adik dan Ibuku. Ibuku menyukai Dika, berbeda saat aku menjalin hubungan dengan Doni.
Ada restu dalam hubungan kami tapi pikiran dan perasaanku masih milik Doni. Setiap jalan dan tempat makan yang ku kunjungi bersama Dika selalu mengingatkanku pada Doni. Hubungan selama 5 tahun yang aku jalani bersama Doni membuatku hapal semua tempat makan ataupun jalanan tikus saat kami menghindari kemacetan. Hati kecilku masih sangat menginginkan Doni kembali tapi aku tak bisa egois karena saat ini ada Dika yang mencintaiku.
Hubunganku dengan Dika tak terasa sudah satu tahun, namun bayangan Doni masih jelas dalam ingatanku, entahlah kapan aku bisa benar - benar melupakannya, jangankan kembali, sekedar menanyakan kabarku saja sudah tak lagi dilakukan Doni. Setiap pesan yang muncul dalam telpon genggamku, aku selalu berharap itu dari Doni, walau hanya sekedar salah kirim sekalipun, aku berharap nama Doni muncul kembali.
Sampai suatu ketika, saat aku pergi kesebuah mall di Jakarta aku bertemu dengan Ibunda Doni.
Betapa terkejutnya aku, tiba - tiba beliau menghampiri dan memeluku. Dia sangat rindu padaku, dalam hati bertanya, dimana Doni ? Memang tak ada Doni saat itu, tapi aku tetap senang, karena aku bertemu dengan orang terdekat Doni, inilah waktunya aku mencari perhatiannya kembali dengan cara mendekati Ibundanya. Semenjak pertemuan itu, Ibunda Doni menjadi sering sekali menghubungiku dan meminta aku untuk kembali kepada Doni. Inikah yang disebut jodoh tak kan lari kemana ? Ibunda Doni dengan jelas akan segera melamarku dan Doni pun berkata demikian.
Mungkinkan ini buah kesabaranku selama ini Tuhan ? Dika, ya aku masih punya urusan lain, Dika harus kulepaskan demi cinta sejatiku. Tak berpikir panjang, ku putuskan hubunganku dengan Dika, dengan perasaan bersalah ku beranikan diri untuk jujur dan Dika mengerti. Satu orang lagi yang harus ku ajak bicara setelah Dika, yaitu Ibuku. Ku beranikan diri untuk berbicara dengan beliau, aku pasrah dengan apa yang akan ku terima nanti, mungkin Ibuku akan memakiku dan memukulku karena keputusan ini.
" Bu, Ibu boleh memukulku, marah atau bahkan mengursirku bu, tapi aku benar - benar minta maaf" kataku sambil bersimpuh dihadapan Ibu. Ibu sangat panik, Ibu berpikiri aku hamil dengan Dika tapi setelah aku bicara bahwa aku ingin menikah dengan Doni, terlihat jelas raut kecewa di wajahnya.
" Sarah, mengapa harus Doni lagi, kamu sudah lari dari barat ke timur tapi kenapa ujungnya harus sama Doni lagi ? apa yang kamu harapkan darinya ? " Tak lama Ibu langsung memelukku dan memberikanku restu yang penting aku bahagia
Hari lamaran pun telah ditentukan, keluargaku telah menyiapkan tempat dan waktu untuk lamaran tersebut. Ibu - ibu pengajian disekitar rumahku telah siap menyambut Doni dan keluarganya. Waktu menunjukan tepat pukul 10 pagi dan Doni menjanjikan akan datang jam 10. Jam 11 rombongan belum juga datang, jam 12 sampai jam 01 siang rombongan belum juga datang.
Doni maupun orangtuanya tak dapat dihubungi, setelah berkali - kali ku coba telpon akhirnya aku mendapatkan jawaban dari Ibunda Doni bahwa lamaran ini ditunda. Ibuku kembali kecewa, aku sangat sedih mengapa ini bisa terjadi. Lalu tanggal lamaran kedua sudah ditetapkan dan kembali berjalan, rombongan kembali telat. Para tamu sudah siap - siap untuk menyambutnya, namun Doni ataupun pihak keluarga tak satupun ada yang mau bersalam dengan tamu, mungkin Doni panik karena telat pikirku. Akhirmya lamaran pun selesai, tahap pertama dalam hubungan kami pun berjalan dengan lancar walaupun sedikit ada hambatan.
Sebuah hubungan sampai pada titik lamaran sebelum menuju sebuah pernikahan biasanya sedang ada dimasa bahagia dan sibuk menyiapkan pernikahan. Tapi tidak denganku, setelah lamaran itu berlangsung tak pernah sekalipun Doni main kerumahku. Sampai pada akhirnya Ibuku bertanya kemana Doni ? dan aku hanya bisa menjawab mungkin dia sibuk. Ada apa dengan Doni, mengapa hubungan kami seperti hambar menuju hari bahagia itu. Tak terpikir dalam benak ku untuk membatalkan pernikahan.
Ibuku kembali menyakinkan Doni apakah pernikahan ini akan dilanjutkan atau tidak dan Doni dengan tegas menjawab ya, pernikahan ini dilanjutkan. Dia menjelaskan bahwa dia sedang lelah menghadapi pekerjaannya dikantor. Hari yang bahagia itu pun tiba, aku dan Doni duduk manis dipelaminan. Inilah puncak kebahagianku bersama Doni. Dia saat ini sah menjadi suamiku. Setelah menikah kami melangsungkan bulan madu di Bali, lagi - lagi Doni bersikap aneh kepadaku, dia sangat dingin dan sibuk dengan handphone nya.
Ini hari dimana seharusnya kami merayakan hari pernikahan kami, hari dimana seharusnya aku melepaskan masa perawanku dengan orang yang selama ini aku cintai. Malam pertama kami sangat membosankan, Doni tidak jauh berbeda dengan robot. Raganya bersamaku, namun aku tau pikirnnya sedang jauh dari ku. Aku berdoa memohon pada Tuhan untuk diberikan petunjuk. Selepas bulan madu, kami kembali ke Jakarta dan menempati rumah yang sudah kami siapkan sebelum menikah.
Aku mulai curiga, aku yakin Doni menyembunyikan sesuatu padaku. Aku mulai mencari tahu apapun yang berhubungan dengan Doni, kubuka laptopnya dan benar saja kutemukan foto - foto wanita lain dalam laptopnya bersama Doni. Air mataku mulai menetes, Doni jarang pulang walaupun pulang, itu pun sangat larut sekali. Handphone Doni yang harus aku cek, namun aku tidak tahu kodenya dan sekali pun Doni tidak pernah memberi tahu.
Ku ancam Doni untuk memberi tahu atau pisau ini akan menancap ditubuhku, dengan terpaksa Doni memberi tahu dan benar saja banyak sekali pesan mesra dari wanita itu. Ku tatap wajahnya dengan deraian air mataku, mengapa bisa dia setega ini kepadaku. Dia telah menduakan ku, tapi ini adalah pilihanku, aku harus kuat dan sabar. Bulan kedua kami menikah tak ada perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, hubungan kami semakin parah.
Doni pulang sangat malam dan dia menjadi pemarah, jangankan menyentuhku, menatapku saja dia enggan. Ini bukan Doni yang ku kenal dulu. Ku coba cari tahu siapa wanita itu, ternyata dia satu kantor dengan Doni, kuberanikan diri untuk menemuinya dan memohon untuk tidak mengganggu pernikahan kami namun wanita itu enggan meninggalkan Doni. Setiap kali aku coba menghubungi wanita itu dan keluarganya saat itu juga Doni semakin marah dan menjauh dariku.
Aku malu atas rumah tanggaku, terutama pada Ibuku jika harus kuceritakan semua ini. Pernikahan kami harusnya masih sangat hangat jika wanita itu tidak ada. Mengapa ada wanita sejahat itu ? Apakah dia tidak memiliki perasaan ? Satu - satunya cara yang dapat ku lakukan adalah bersujud kepadaNya dan memohon kekuatan. Ku coba mencairkan suasana rumah dengan cara mengajak Doni makan malam ditanggal jadi pernikahan kami yang ketiga.
Aku berharap Doni akan mencintaiku seperti dulu. Saat kami sedang asyik makan tiba - tiba Doni tersenyum ke arah lain, dan tepat dibelakangku aku mendengar suara wanita yang sedang tertawa lepas seakan memancingku untuk menengok kebelakang, lagi - lagi wanita itu, dia ternyata selama ini mengikuti kemanapun aku dan Doni pergi, bahkan dengan jahatnya aku pernah membaca pesan darinya bahwa Doni dilarang berhubungan suami istri denganku.
Dia bukan hanya telah merenggut Doni dari hidupku, dia pun telah mengganggu hidupku dengan terang - terangan mengirimkan foto mesra saat dia sedang bersama Doni. Aku tak sanggup menahan semua ini sendiri, kuberanikan untuk berbicara dengan Ibuku bahwa aku ingin bercerai dengan Doni. Aku seperti anak durhaka yang sudah mencoreng nama baik keluarga dengan pernikahan ku yang gagal diusia yang masih sangat muda. Aku menyesal atas semua keputusanku yang bodoh ini. Aku kembali kerumah dan bersimpuh dihadapan Ibuku. Aku menyesal, aku mohon maafkan aku bu.
Sidang perceraian dimulai, tak pernah kubayangkan akan duduk dimeja sidang untuk menjalani sidang perpisahan bersama orang yang sangat aku cintai. Teman - teman dan keluargaku menyaksikan ku dengan penuh duka, mereka bahkan diriku tak pernah percaya semua ini akan terjadi.
Doni terlihat pasrah atas putusan hakim, tak ada yang dapat dipertahakan dari rumah tangga kami. Aku memiliki raganya namun aku tak memiliki hatinya seperti dulu. Banyak yang bilang kalau Doni kena magic wanita itu, namun aku tidak percaya, aku percaya ini bukan Doni yang ku kenal dulu.
Satu tahun perpisahan kami dulu ternyata tak membuat Doni mencintaiku, dia berubah total. Aku pasrah atas kehidupan saat ini. Aku ingin bahagia tanpa Doni ataupun wanita itu, aku hanya ingin mengucapkan selamat kepadanya, selamat atas keberhasilannya menjadi wanita terjahat dalam hidupku, terimakasih atas hadiah pernikahan kami selama ini.
Note :
Cerita ini terinspirasi dari seorang sahabat, nama yang dicantumkan bukan nama asli, maaf jika ada kesamaan nama dari pembaca.
Komentar
Posting Komentar