Surat Untuk Umi

" Umi pagi ini aku anakmu harus pergi berangkat mencari rezeky yang sudah Allah titipkan dengan rasa sedih yang mendalam. Umi tau kenapa aku sedih . . karena pagi ini aku melihat didapur dengan muka masam seakan menahan amarah yang mungkin karena semalam aku bersikap marah karena kecewa kepada kakakku dan mengharuskan aku pergi meninggalkan rumah dan tidur dirumah kakakku yang kedua. Maafkan aku umi, maafkan aku jika aku masih sering membuat umi marah dan kecewa. Aku sangat sayang umi, detik ini pun air mata ini tak dapat kuhentikan ketika aku harus menyebut nama umi dalam tulisanku. Ntah bagaimana caranya aku menyampaikan surat ini langsung padamu umi. Aku belum bisa membahagiakan umi ataupun bapak sepenuhnya, aku masih bersikap tidak sabar dalam menghadapi kalian. Umi semakin menua, aku tidak tau bagaimana rasanya tanpa umi dihidupku, mungkin aku bisa kuat tanpa kekasih yang aku sayangi, tapi aku tidak akan mungkin mampu hidup tanpa umi. Bagaimana caranya agar aku mampu membahagiakan umi ? saat ini aku tau umi menginginkan sesuatu yang tak mampu aku penuhi. Musim kemarau yang menyebabkan air dilingkungan kami mengering, dan umi ingin sekali sumur dirumah dilakukan pengeboran, tapi umi, anak bungsumu ini tabungan masadepan pun gk lebih dari 3juta, jujur dalam blog ini aku mengatakan bahwa pendapatanku saat ini sangat sulit membuat aku menyisihkan uang lebih besar, doakan aku agar aku mampu membahagiakan sepenuhnya. Ya Allah  . . aku hanya mampu menitipkan orang-orang yang aku sayang kepadaMu, saat aku jauh dari mereka, lindungilah mereka dan jauhkanlah mereka dari segala hal yang membahayakan. Aku mencintai mereka ya Allah, jika ada satu permintaan yang Engkau ajukan untukku, aku akan meminta, jangan pisahkan kami dengan kedua orangtua kami kelak di akhirat nanti. Ingat sekali saat aku kehilangan laptop dan takut pulang kerumah cuma Umi yang mampu menenangkanku, ingat sekali saat aku ditinggalkan orang yang ku sayang, umi yang ikut sedih. Umi pelindungku, umi penyemangatku . .
Ada kisah hidup kami yang berliku-liku, susah senang kami rasakan bersama, satu kisah yang ku ingat saat aku berusia 7tahun, saat itu kondisi perekonomian kami sangat memburuk, Bapak bekerja di Jakarta yang mengharuskan pulang seminggu sekali, saat itu kakak-kakak kami masih sekolah dan kami hanya bergantung pada gaji bulanan Bapak yang saat ini ku pikir jauh dari cukup, tapi untunglah kami punya seorang kakak yang kuliah di STAN yang tiap bulannya diberi uang saku saat itu, dari situlah kami hidup. Sampai suatu ketika, kami sangat lapar, aku umi dan kakaku ketiga dalam 3hari pernah tidak makan dan hanya minum air putih saja. Sampai puncaknya aku benar-benar lapar dan aku hanya mampu merengek dipangkuan umi dan berkata " umi ada cabe sama garam gk ? ulekin itu aja mi, nda laper " umi cm bisa netesin air mata dan itu sekali seumur hidup aku lihat umi nangis. Malamnya aku mengigau minta dibuatkan kangkung dan goreng tempe. Besoknya bapak akhirnya pulang dan bahagianya kami melihat bapak pulang bawa mie instan. Kisah kami masih banyak jika harus aku luapkan dan blogku . . namun air mata ini rasanya terlalu sulit untuk aku bendung. Kisah hidup kami yang jatuh bangun mengajarkan kami betapa berbagi dengan sesama sangatlah penting. Aku bersyukur pernah melewati itu semua, karena dari situlah kami menjadi jiwa yang kuat dan berusaha membantu jika melihat oranglain kesusahan. Terimakasih ya Allah . . dengan ujian yang Engkau berikan kepada kami, kami tahu bahwa hidup selalu berputar dan setiap ujian yang Engkau berikan selalu ada pelajaran tersendiri =)

I LOVE YOU UMI

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wahai Hamba Allah yang Menyakitiku Dengan Terlalu, Kehadiran dan Maafmu Datang di Waktu yang Tidak Tepat

Pengalaman Inseminasiku sebagai Pejuang Garis Dua

Kami Masih Berjuang