Kamu Akan Berhenti Mengeluh Ketika Melihat Perjuangan Para Hamba Tuhan Demi Sebuah Uang Recehan
Dalam surat Ar Rahman sering kita jumpai bahkan sampai diulang sebanyak 31 kali yang berbunyi Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban ( Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? ) yang terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Memang sudah sifat manusia, tidak pernah bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Tuhan.
Jika dibeberkan berapa banyak Allah memberi kita rezeky, pasti tidak akan mampu terhitung, jika dihitung berapa banyak oksigen yang kita hirup pasti sudah tak dapat terhitung. Allah Maha Pemberi, tapi terkadang manusia lah yang tidak pernah bersyukur atas segala nikmatNya, selalu mengeluh dan selalu menjadi manusia paling menderita didunia ini. Jika kita lihat kebawah masih banyak manusia yang jauh lebih menderita dari kita. Jika kita lihat betapa mereka sangat kesulitan hanya untuk menyambung hidup mereka, untuk makan saja mereka harus memikirkan setiap harinya, bagaimana mereka dapat membeli makanan.
Berikut beberapa para pejuang hamba Allah dibumi tercinta kita Indonesia :
Berikut beberapa para pejuang hamba Allah dibumi tercinta kita Indonesia :
1. Kisah Kuli Panggul Beras
Ini adalah kisah Bapak Rusda, salah satu pekerja panggul beras di toko Beras Sumber Raya (SR)
Jatinegara, Jakarta Timur, menuturkan pekerjaan ini memang sangat
menguras tenaga. Namun demikian, inilah pekerjaan yang harus ditekuni
untuk bertahan dan menghidupi keluarga. Pekerjaan mereka tergolong kasar serta sangat beresiko. Padahal upah
dari pekerjaan itu tidak setimpal dengan apa yang dikerjakan, 1 bag karung beras hanya dihargai tak kurang dari 300 rupiah. Tak ada pilihan lain untuk beliau, demi untuk menyambung hidup dia dan keluarga mungkin hanya ini yang dapat ia lakukan. Harapannya tidak lah banyak, dia hanya berharap kepada para pembeli beras untuk dapat memberikan jasa panggul seiklasnya. Bukankah nominal 10 ribu tidak banyak untuk kita para pekerja kantoran, tapi ketahuilah uang tersebut sangat berarti untuk mereka dan keluarga.
2. Kisah Pemulung
Pemulung adalah pekerjaan yang identik dengan sampah. Mereka mengorek-ngorek sampah hanya untuk mencari barang - barang yang masih layak untuk dijual. Pernah saya berdiskusi dengan pemulung yang setiap pagi mencari botol, seorang Ibu yang satu tahun lalu ditinggal oleh suaminya yang sebelumnya juga bekerja sebagai pemulung. Semenjak ditinggalkan oleh suaminya tersebut sang ibu kehilangan sosok kepala rumah tangga, tak ada pendapatan yang masuk dan mengharuskan beliau terjun untuk meneruskan pekerjaan sang suami. Kerja keras mereka tak sebanding dengan penghasilan yang diterima, 1 kilo barang rongsokan hanya dihargai tak kurang 100 rupiah, sangat menyedihkan memang. Dari pagi hingga bertemu dengan pagi kembali, beliau harus terus semangat demi menyambung hidup untuk anak-anaknya.
3. Kakek Penjual Mainan
Tidur di emperan kantor, kakek ini 30 tahun jual mainan tradisional
– Ketegaran Suyadi (64) mengundang kagum. Di tengah merebaknya mainan
modern yang menarik, kakek dua cucu asal Semin, Gunungkidul, DIY ini
masih bertahan jualan mainan tradisional berbahan bambu, seperti
seruling, gasing, dan othok-othok. Beberapa waktu lalu brilio.net menjumpainya di Jalan Kaliurang
Yogyakarta. Dia berteduh dari hujan di depan warung nasi Padang.
Dagangannya diletakkan di depannya sambil ditawarkan kepada orang yang
melintas.
Suyadi setiap harinya berjalan dari Malioboro menyusuri jalanan Kota
Jogja sambil memikul dagangannya. “Setiap hari saya berangkat dari sana
(Malioboro) karena tidurnya di sana, di emperan kantor Gubernur,”
katanya seraya meneguk minuman yang dibawanya.
Dia telah bertahun-tahun menjalani pekerjaan ini. Dari berjualan
mainan itulah dia menghidupi seorang istri beserta 3 anaknya. “Jualan
mainan seperti ini ya dari tahun 1985, dulu mainan seperti ini banyak
yang minat sekarang jarang,” ujarnya.
Mengenai penghasilannya sehari, Suyadi dengan suara lirih mengatakan
kalau belum tentu sehari laku. Mainan yang ia jajakan seharga Rp 10.000
itu semakin sulit diterima anak-anak sekarang. “Pemasukan ndak tentu,
njenengan (kamu) tau sendiri kan anak kecil zaman sekarang mainannya
apa, pokoke beda sama dulu,” tambahnya.
Namun di balik seretnya penghasilan yang didapat, pria lulusan SD ini
mempunyai prinsip bahwa dirinya hanya mau mencari rezeki yang halal.
“Saya bisanya hanya buat mainan seperti ini, selain bertani ya cuma
jualan suling sama gangsing ini,” pungkasnya.
4. Kisah Tukang Becak yang Berakhir Tragis
Tragis betul nasib mbah Samidi ( 60 thn ), tukang becak di Kota lama Semarang ini. Senin pagi yang dingin dia didapati meninggal akibat keracunan nasi basi. Beliau nekad menyantap nasi tak layak konsumsi itu karena tidak punya uang untuk beli makan. Beliau meregang nyawa di dekat becak yang jadi gantungan hidupnya. Jasadnya berkalang tanah, tepat di bawah spanduk seorang caleg perlente yang pasti berjanji pro rakyat kecil.
Beliau sangat miskin tapi rekan seprofesinya bilang, mbah samidi tidak pernah terbersit sedikit pun niat untuk mencuri uang receh, beliau hanya mampu beli nasi murahan di warung kucing agar perut kempisnya bisa terisi. Keteguhan sikap rakyat jelata yang harus ditebusnya dengan nyawa. Betapa mulia dia dibanding pejabat, anggota DPR, kepala daerah, para penguasa lainnya yg kaya raya, duduk di kursi empuk, makan enak, berdasi mahal, pelesir ke mana-mana, setiap saat menghitung laba, dan mengaku mendapat amanah jadi pemimpin, tapi rakusnya tak terkira saat menggarong duit rakyat. seolah uang jarahan itu bisa membeli tiket VVIP ke nirwana.
Beliau sangat miskin tapi rekan seprofesinya bilang, mbah samidi tidak pernah terbersit sedikit pun niat untuk mencuri uang receh, beliau hanya mampu beli nasi murahan di warung kucing agar perut kempisnya bisa terisi. Keteguhan sikap rakyat jelata yang harus ditebusnya dengan nyawa. Betapa mulia dia dibanding pejabat, anggota DPR, kepala daerah, para penguasa lainnya yg kaya raya, duduk di kursi empuk, makan enak, berdasi mahal, pelesir ke mana-mana, setiap saat menghitung laba, dan mengaku mendapat amanah jadi pemimpin, tapi rakusnya tak terkira saat menggarong duit rakyat. seolah uang jarahan itu bisa membeli tiket VVIP ke nirwana.
5. Kisah Tukang Sol Sepatu yang Ikhlas
Keadaan cuaca hari ini sangat begitu panas. Tetapi Mbah Sholeh terus mengayuh sepeda tuanya
menyisir jalan perumahan Jatibarang Baru demi menyambung hidup
sehari-harinya. Sudah berpuluh-puluh tahun Mbah Sholeh berprofesi
sebagai tukang sol sepatu keliling. Mbah Sholeh tidak pernah
berfikir seperti orang pada umumnya dimana kebanyakan orang berfikir
“Mau nonton apa saya malam ini?”, tetapi Mbah Sholeh hanya
berfikir “Nanti malam saya bisa makan atau nggak ya?”
Dengan cuaca yang begitu panas seperti ini pun terasa sangat sulit bagi
beliau untuk mendapatkan pelanggan. Bagi beliau, setiap hari adalah hari
kerja tidak ada kata libur. Dimana ada peluang untuk menghasilkan
sedikit rupiah, disitu dia akan terus berusaha. Hebatnya, beliau adalah
orang yang sangat jujur. Meskipun kehidupannya kurang mampu, tak pernah sekalipun ia mengambil hak orang lain apalagi menggunakannya.
Jam menunjukkan pukul 11.30 waktu setempat, Ia pun tiba di depan sebuah
rumah mewah di ujung gang, Ia pun bersyukur akhirnya mendapat pelanggan
pertamanya hari itu. Seorang pemuda berusia sekitar 20 tahunan, terlihat
sangat terburu-buru dan tergesa-gesa. Ketika Mbah Sholeh menampal
sepatunya yang bolong, pemuda tadi terus menerus melihat jam yang ada di
tangannya. Dengan keahliannya menampal sepatu selama bertahun-tahun, dalam waktu singkat pun Mbah Sholeh berhasil menyelesaikan pekerjaannya.
Pemuda tadi berkata “wah cepat banget pak. Berapa pak?”. “5.000 rupiah
mas” Jawab Mbah Sholeh. Tanpa berfikir panjang sang pemuda pun
mengeluarkan uang seratus ribuan dari dompetnya. Mbah Sholeh pun kaget
dan tentu ia tidak punya uang kembalian sama sekali karena beliau belum
mendapatkan pelanggan, apalagi sang pemuda ini adalah pelanggan
pertamanya hari itu.
“ Wah mas gak ada uang pas ya?” tanya Mbah, “nggak ada pak, uang saya
tinggal selembar ini, belum dipecah pak” jawab si pemuda. “maaf mas,
saya nggak punya uang kembalian” lanjut Mbah Sholeh dengan menyerahkan
kembali uang dari pemuda tadi. “waduh repot juga kalau begitu pak. Ya
sudah saya cari dulu sebentar pak ke warung depan” kata pemuda yang
hampir mengambil langkah pertamanya. Namun si Mbah melarangnya untuk
menukarkan uang seratusan tadi. “udah mas nggak usah repot-repot. Mas
bawa dulu saja. Saya perhatikan mas lagi buru-buru. Lain waktu saja mas
kalau kita ketemu lagi.” Kata si Mbah. “oh syukurlah kalo gitu. Ya sudah
makasih ya pak.” Lanjut si Pemuda tadi sambil berlari menuju kendaraan
yang di bawanya.
Waktu terus berlalu dan tampaknya ini hari yang kurang menguntungkan bagi Mbah Sholeh. Beliau hanya mendapatkan 1 pelanggan dan itupun belum dibayar. Ia terus menanamkan dalam hatinya, “ Ikhlas. Insya Allah akan dapat gantinya.” Ketika waktu menunjukkan pukul 3 lebih ia pun menyempatkan diri untuk melaksanakan shalat ashar di masjid depan lapangan bola sekolah. Tak lupa setiap selesai shalat beliau selalu berdoa, dalam do`anya beliau berkata “
Ya Allah, izinkan aku mencicipi secuil rezekimu hari ini. Hari ini aku
akan terus berusaha, selebihnya aku serahkan sepenuhnya kepada-Mu...” selesai berdoa panjang, ia pun bangun dan melanjutkan pekerjaannya tanpa kenal lelah sedikitpun.
Saat beliau akan menuju sepedanya, beliau kaget karena pemuda yang tadi
siang menjadi pelanggannya telah menunggu di samping sepedanya. “wah
kebetulan kita ketemu disini, pak. Ini bayaran yang tadi siang pak.”
kali ini pemuda tadi tetap mengeluarkan uang seratus ribuan. Namun tidak
hanya selembar, melainkan ada 5 lembar uang seratusan.
Dengan wajah penuh kebingungan mbah Sholeh pun berkata “ loh loh mas?
Ini mas belum mecahin uangnya juga ya? Maaf mas saya masih belum punya
kembalian. Ini juga kok banyak banget sampe 5 lembar mas. Ini nggak
salah ngambil mas? ”. “sudah pak, terima saja. Kembaliannya, sudah saya
terima tadi, pak. Hari ini saya tes wawancara. Telat 5 menit saja saya
sudah gagal pak. Untung bapak membiarkan saya pergi dulu. Insya Allah
minggu depan saya berangkat ke Perancis pak. Saya mohon doanya pak”
Jawab si pemuda. “tapi ini terlalu banyak mas” lanjut Mbah Sholeh.
“saya bayar sol sepatu cuma 5.000 rupiah pak. Sisanya untuk membayar kesuksesan saya hari ini dan keikhlasan bapak hari ini.”
Jawab si pemuda tadi dengan menggenggam tangan mbah Sholeh. Dengan rasa
syukur yang begitu dalam mbah Sholeh sujud dan meneteskan air mata di
pinggir sepeda solnya itu. Allahu Akbar..
Hari ini kita belajar dari Mbah Sholeh yang dengan tulus Ikhlas membantu
sesamanya tanpa berfikir dia akan mendapatkan imbalan yang lebih besar.
Allah punya cara tersendiri dalam menolong hamba-hambanya yang mau
berusaha dalam kesulitannya. Dan kita tidak akan pernah tahu kapan
pertolongan itu tiba. Keikhlasan akan dibalas dengan keindahan yang begitu besar dari Allah. " Kun Faayakun ." Semoga kita semua bisa seperti Mbah Sholeh.
Itulah beberapa kisah hamba Allah yang dapat saya kutip dari beberapa kisah yang menginspirasi. Semoga kita senantiasa selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan saat ini. Ingatlah ketika kita merasa kurang masih banyak saudara - saudara kita yang jauh lebih kekurangan. Bersyukur dan selalu bersyukur adalah cara terbaik kita dalam menerima segala kebaikan yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita semua. Selamat beraktifitas dan jangan lupa bersyukur ^^
Komentar
Posting Komentar